Senin, 10 Oktober 2011

Membuntingi Ibu

    HUBUNGAN sumbangku dengan Bu Niken, guru mengaji ibu-ibu di kampungku termasuk ibuku, tak hanya berhenti setelah permainan empat ronde yang diberikannya di 'malam pertama' kami. Di berbagai kesempatan, kalau lagi kepengen, ia selalu mengontak via SMS. Bahkan jam 2 malam pun kalau sedang kebelet ia nekad menyelundupkanku lewat pintu belakang dan kami menumpahkan hasrat di dapur atau di mana pun di bagian dalam Nikenahnya meskipun Pak Kirno sang suami yang tak berdaya akibat stroke tengah berada di kamarnya.

    Aku tak peduli di memeknya telah muncul jengger ayam yang menggelambir keluar dan lubangnya sudah longgar. Sebagai pelampiasan hasrat mudaku yang terus menggelegak, memek Bu Niken lumayan dapat kunikmati. Aku selalu bergairah setiap mendapat kesempatan untuk meremasi teteknya yang gede meski wajah Bu Niken sudah mulai muncul kerut-kerut tanda ketuaan. Hanya karena letih akibat faktor usia, kadang ia menolak kalau aku lagi pengen dan mengajaknya.

    Bu Niken belakangan juga makin kondang sebagai ustazah. Ia sering dipangil memberi ceramah kelompok pengajian ibu-ibu dari desa lain bahkan dari tempat yang relatif jauh termasuk ke luar kota. Untuk kepentingan itu aku dipercaya sebagai sopir pribadinya secara tak resmi setelah ia mampu membeli mobil sedan tahun 90-an.

    Karena kesibukan barunya itu, meskipun tidak menghentikan total aktivitas sogok memeknya denganku, tetapi frekewensinya menjadi berkurang. Dari yang semula hampir tiap hari menjadi tiga atau empat hari sekali. Bahkan pernah sampai lebih dari seminggu aku tidak naik ke ranjang Bu Niken. Ia mengaku capek karena kegiatan menghadiri pengajian karena makin banyak yang mengundang.

    Frekwensi ajakan Bu Niken untuk ngeseks yang berkurang menjadikanku agak tersiksa. Bagaimana pun aku masih sangat muda dan hasratku masih sangat menggebu. Jadinya aku mulai memperhatikan ibuku. Mengintip saat dia mandi atau terkadang mencuri-curi pandang ke busungan buah dada dan pantatnya yang tak kalah menggoda.

    Kalau hendak keluar Nikenah ibuku juga selalu berjilbab dan berpakaian muslimah. Tetapi kalau lagi di Nikenah, cara berpakaiannya terkadang kelewat sembrono. Daster yang paling sering dipakainya adalah yang tanpa lengan dan panjangnya tidak melampaui lutut. Ia juga jarang memakai kutang. Alasannya agar lebih nyaman karena cuaca yang memang selalu panas.

    Aku sering disuguhi pemandangan mendebarkan. Yakni tonjolan puting-puting susunya di balik daster yang dipakainya. Bahkan terkadang bisa melihat besarnya susu ibuku yang meskipun sudah menggantung bentuknya tetapi masih menarik. Terutama kalau ia memakai daster yang bukaannya terlalu lebar di bagian lengan di bawah ketiaknya.

    Apalagi kalau ia lagi memakai daster yang kelewat ketat berbahan tipis. Pinggul dan pantatnya yang besar terlihat tercetak sempurna. Kalau sudah begitu aku dengan suka rela berada seharian di Nikenah menunggu kesempatan untuk mengintip saat ia mandi. Aku memang sudah membuat lubang tersendiri di kamar mandi agar leluasa mengintipnya.

    Tentang koleksi film porno ibuku seperti yang pernah dikatakan Bu Niken, ternyata juga tidak salah. Aku bisa melihatnya setelah secara mencuri-curi berhasil membuat kunci duplikat dari lemari besar yang ada di kamar tidurnya. Kalau sedang berpergian ibu memang tidak pernah menguci pintu kamar. Tetapi salah satu lemarinya yang ada di kamar selalu terkunci rapat.

    Saat ia pergi, dengan kunci duplikat aku membuka lemari dan melihat koleksi barang-barang pribadi ibuku. Ada perhiasan emas dan berlian yang memang menjadi bisnisnya. Tetapi juga keping-keping DVD film porno yang tersimpan rapi dalam sebuah dus tersendiri. Dan benar, kebanyakan isinya menggambarkan adegan seks antar keluarga atau wanita tua yang main mesum dengan pemuda atau anak ingusan. Juga ada tiruan bentuk penis laki-laki yang terbuat dari karet serta kontol yang bisa bergetar karena dilengkapi penggerak dari baterei.

    Gaya duduk ibu juga sering kelewat terbuka dan ceroboh saat berdua denganku. Dasternya kerap dibiarkan tersingkap dan posisi kakinya membuka lebar. Mempertontonkan paha mulus dan busungan memeknya yang terbungkus celana dalam yang dipakai. Pernah dua atau tiga kali, ibu tidak memakai celana dalam dan aku bisa melihat langsung memeknya. Apakah ibu juga sebenarnya ingin melakukan hubungan seks denganku sebagaimana film-film porno yang dikoleksinya? Pertanyaan itu belakangan makin mengganjal pikiranku setelah pengalaman menyetubuhi Bu Niken dan mengetahui koleksi-koleksi ganjil yang dimiliki ibu.

    Akhirnya kuputuskan untuk mampraktekkan sebuah taktik. Berlaku seolah-olah sebagai pemuda yang menjadi pengagum gelapnya, kukirimkan beberapa SMS ke HP ibu. Tentu saja dengan nomor telepon seluler baru yang sengaja kubeli agar ia tidak tahu kalau aku yang mengirimnya. Untuk kepentingan itu aku sengaja membeli HP murahan tersendiri tanpa sepengetahuan ibuku.

    Beberapa SMS yang kukirim diantaranya berisi tentang kekagumanku selaku pemuda terhadap keindahan tubuh ibukuku. Serta pujian terhadap bentuk tubuhnya yang masih sangat menggoda. Juga kuinformasikan tentang seringnya kuisi malam-malamku dengan onani sambil membayangkan bersetubuh dengannya. Termasuk ungkapan-ungkapan tentang keinginanku untuk menjilati itilnya, meremasi teteknya dan bahkan menyetubuhi dalam berbagai posisi.

    Beberapa SMS ku di hari pertama tidak diresponnya. Ia hanya mencoba beberapa kali menelepon ke nomorku tetapi tidak kuangkat. Namun di hari kedua, setelah sepanjang siang beberapa SMS kukirim padanya, menjelang tengah malam sebuah SMS dari nomor HP nya masuk ke nomorku. Isinya berusaha menyelidik mencari tahu identitasku namun tidak ada kemarahan atau merasa dilecehkan oleh SMS yang kukirimkan.

    Sebagai balasan, lewat SMS kusampaikan bahwa ibu sangat mengenalku. Tetapi tidak perlu tahu lebih dulu identitasku. Kecuali ibu benar-benar mau ketemuan berdua di suatu tempat. Selebihnya, seperti biasa, SMS jorok tak lupa kulayangkan. Seperti keinginanku untuk mengulum itilnya, menjilati dari ujung kaki sampai ke memeknya dan bahkan keinginan untuk menjilati anusnya.

    "Waktu Pak Rahman (nama ayahku) masih ada, apakah beliau suka njilatin memek dan anus ibu? Wah seneng banget tuh Pak Rahman tiap malam bisa ngentotin ibu. Saya kepengen banget. Sungguh." Tulisku dalam SMS yang kukirimkan kepadanya.

    Jawabnya, "Pernah sih. Tapi tidak sering dan tidak sampai ke anus. Jadi merinding nih. Kayaknya enak banget kalau itil ibu dikulum,"

    Aku tak menyangka respon ibu begitu vulgar. Bahkan dari beberapa pertanyaan yang kuajukan, ia dengan suka rela memberi tahu soal warna daster yang tengah dipakainya untuk tidur. Juga soal kebiasaannya tidak bercelana dalam dan kutang. "Saya nggak betah tidur pakai kutang dan celana dalam. Malah penginnya sih telanjang bulat. Tetapi takut ada kecoa masuk ke nonok saya," balasnya pada salah satu SMS balasan yang dikirim.

    Aku tersenyum membacanya. Ia juga bercerita terus terang tentang ukuran kutangnya yang besar yang disesuaikan dengan ukuran payudaranya. Termasuk kebiasaannya melepas jilbab dan busana muslimah saat sedang di Nikenah. Kalau soal itu sih aku sudah tahu, ujarku membathin.

    Kontak melalui SMS yang dilakukan layaknya pasangan kekasih yang sedang bermesraan tetapi lebih menjurus ke soal seks. Bahkan ketika ia meminta bisa bicara tewat telepon dan tidak dengan SMS tetapi aku tetap menolak, ia menginformasikan bahwa saat itu ia tengah memasukkan jarinya ke lubang memeknya karena udah gatel dan pengen dientot. Aku jadi makin penasaran dan sekaligus yakin ibuku tidak berbeda dengan Bu Niken yang berjilbab rapat tetapi membiarkan memeknya diobok-obok laki-laki yang bukan muhrimnya.

    Kalau tidak salah di hari yang ke delapan, setelah seminggu tak putus-putus ber SMS-ria, selama seharian aku tidak melakukan kontak. Gara-garanya harus mengantar Bu Niken mengisi pengajian di suatu kota. Aku pulang jam delapan malam dan karena kecapaian langsung tertidur. Tetapi jam 01.00 malam, HP khusus yang biasa kupakai kontak dengan ibuku bergetar. Ternyata telepon dari nomor ibu hingga kubiarkan tak kuangkat seperti kebiasaanku.

    Rupanya, ia mengirim beberapa SMS tapi tak segera kubalas hingga akhirnya telepon. "Tumben malam ini tidak SMS. Padahal saya pengen banget lho dientot sama kamu," katanya dalam salah satu SMS.

    "Oh iya maaf saya lagi sama temen-temen di luar kota. Padahal saya juga pengen lho. Apalagi kalau ibu benar-benar mau ketemu dengan saya," balasku.

    Melalui SMS ibu membalas, "Ah paling lagi cari pelacur ya buat nyalurin keinginan kamu ngentot. Nggak mau ah takut ketularan penyakit kotor,"

    Aku jadi ketawa sendiri membaca SMS ibuku itu. Semakin merasa percaya diri, sebuah SMS kembali kukirimkan. "Ih saya kan masih bujangan ting-ting. Tetapi saya dengan senang hati melepaskan keperjakaanku kalau imbalannya memek ibu. Sungguh lho bu,"

    Keesokan harinya, SMS dari ibu mengarah ke terjadinya pertemuan. Setelah terus menerus ber SMS sejak pukul 10 malam, ia menanyakan soal tempat dan waktunya untuk ketemuan. Aku yang sempat ragu akhirnya mengirim SMS berbunyi, "Kalau malam ini gimana? Di pekarangan belakang Nikenah ibu kan rimbun dan ada pohon mangga. Ibu buka saja pintu pagarnya nanti saya masuk," tulisku melalui SMS.

    Ternyata ibuku setuju. Ia juga bersedia untuk tidak memakai kutang dan celana dalam. Bahkan ia meminta kepastianku untuk telah berada di pintu pagar saat ia hendak membuka. Katanya ia takut kalau harus menunggu terlalu lama sebab sudah tengah malam. Tetapi setelah kusepakati bahwa akan berada di pintu pagar dalam waktu sekitar 10 menit, aku menjadi bingung sendiri.

    Benar setelah 10 menit kudengar ibu membuka pintu kamar dan keluar. Ia menuju ke arah dapur lalu membuka pintu belakang Nikenah yang menghadap ke arah pekarangan. Sebelum keluar ibu juga mematikan lampu dapur dan lampu pekarangan hingga gelap gulita. Ibu benar-benar nekad dan mengira pemuda pengagum gelapnya adalah orang lain. Padahal ia sebenarnya sangat penakut.

    Membayangkan ibu tengah berada dalam puncak hasrat biologisnya, nafsuku ikut menggelegak. Apalagi sudah tiga hari Bu Niken tidak mengajakku. Kupikir, kalau ada pemuda seusiaku yang berani nekad mengisengi, ibu pasti tidak menolak. Aku jadi nekad keluar dari kamarku dan menyusul ibu. Tetapi tidak masuk ke pekarangan dan hanya menunggu di dapur.

    Cukup lama aku menunggu. Kuyakin ibu sangat kesal karena harus menahan rasa takut dan menunggu. HP khususku yang kukantongi di celana kolor yang kupakai berkali-kali bergetar. Rupanya panggilan dari nomor telepon seluler ibuku.

    Setelah hampir setengah jam, ibu akhirnya masuk dan menjadi sangat kaget karena melihatku menunggu di dapur. "Ibu dari pekarangan dan membuka pagar nungguin siapa?"

    Ia terlihat bingung. "Ee.. ee.. ah nggak. Ibu keluar saja cari angin. Kamu kok belum tidur," ujarnya.

    Saat ibu tengah menutup pintu belakang Nikenah, segera kudekati dan kupeluk tubuhnya dari belakang. Ia benar-benar memenuhi janjinya untuk tidak berpakaian dalam. Aku tahu setelah berhasil meremas payudaranya dan pantat besarnya yang liat merapat diselangkanganku. "Ibu tadi menunggu pemuda yang kirim SMS?" Kataku sambil memeluk erat dan berbisik di telinganya.

    "Eh Ton.. jangan begini.. aku ibumu. Kok kamu tahu soal SMS itu," katanya sambil meronta dan berusaha lepas dari pelukanku.

    Tetapi tidak segera kujawab dan tidak kulepaskan pelukanku. Bahkan sambil menciumi tengkuknya, bukan cuma teteknya yang kuremas-remas. Tangan kananku meliar ke pahanya dan menyelusup ke balik daster pendek yang dipakainya menuju ke selangkangannya. Memek ibu yang membusung rupanya baru ducukur jembutnya. Terasa agak kasar karena adanya rambut-rambut yang baru tumbuh. Aku mengusap-usapnya dengan gemas.

    Ibu makin memberontak dan berusaha melepaskan diri dari pelukanku. Saat itu kukatakan, bahwa sebenarnya aku yang mengirim SMS-SMS itu tetapi dari nomor HP yang lain. Juga kukatakan bahwa keinginanku untuk menyetubuhi ibu muncul setelah melihat film-film porno koleksinya serta adanya dua kontol karet yang kutemukan di lemari kamarnya.

    Ibu makin kaget mendengar penuturanku. Perlawanananya agak mengendur. "Ta.. tapi ini tidak boleh Ton, karena kamu anak ibu,"

    Aku tak peduli. Bahkan setelah posisi ibu berbalik menghadap ke arahku, makin kutingkatkan aksiku. Kubenamkan wajahku ke busungan buah dadanya dari luar daster yang dipakainya. Salah satu jari tanganku yang menjelajah di memeknya, juga telah berhasil menyelinap masuk menerobos lubang nikmatnya. Ibu mendesah dan menggelinjang serta masih mencoba memberontak. Tetapi sudah tidak terlalu keras upayanya.

    "Bu boleh ya Ton melihat dan menjilati memek ibu. Juga mengulum itil ibu," kataku sambil terus membenamkan wajahku di kehangatan buah dadanya yang besar dan empuk. Ah tak sabar rasanya untuk dapat mengulum puting-putingnya.

    Bagian dalam memek ibu sudah membasah. "Ee.. ta.. tapi janji ya Ton. Hanya melihat dan menjilat saja. Jangan lebih,"

    Yyessss! Berhasil, hatiku bersorak. Aku langsung berjongkok dan kusingkap daster tipis yang panjangnya tak mencapai lutut. Paha ibu yang membulat padat benar-benar masih mulus. Sebenarnya aku sudah sangat sering melihat ibu telanjang saat mandi. Karena aku sering mengintipnya.

    Tetapi meraba dan mengusap kehalusan pahanya baru kali ini kesempatan itu kudapatkan. Mulai dari dengkul-dengkulnya, paha mulusnya kuciumi dan sambil kujilati. Lalu naik ke atas sambil menyapu-nyapukan lidahku diantara kedua pahanya. Ibu tergetar dan mendesah. Bahkan saat jilatanku semakin naik mendekati pangkal pahanya, ia renggangkan kedua kakinya. Seakan memberi kesempatan agar jilatan lidahku sampai ke bagian dalam pahanya.

    Namun baru saja ujung lidahku menyentuh memeknya ia memekik keras dan tertahan. Kedua kakinya kembali mengempit dan kepalaku diusapnya. "Ja... jangan di sini Ton. Di sofa saja ya," ajaknya.

    Saat berjalan menuju sofa yang ada di ruang tengah, kupandangi goyangan pantat besar ibu. Aku jadi gemas dan makin bernafsu. Kuraba busungan pantatnya dan kuremas. "Ih... tanganmu jahil banget sih," katanya. Tapi sepertinya ia tidak marah.

    "Soalnya pantat ibu mantep banget dan merangsang,"

    "Kamu sudah pengalaman dengan perempuan ya?"

    "Ee.. ee.. enggak bu. Sungguh,"

    "Bener? Kalau begitu nanti punyamu jangan dimasukkan biar tetap perjaka," ujar ibu menambahkan.

    Setelah duduk di kursi sofa ibu membuka lebar pahanya. Dasternya disingkapnya tinggi-tinggi hingga samar-samar kulihat kemaluannya yang membukit. Merasa kurang puas aku beranjak menekan saklar lampu penerang untuk penerangan maksimal. Kali kini aku benar-benar bisa melihat memek ibu secara sempurna.

    Rupanya ibu juga tertarik untuk mengetahu ukuran kontolku. Sebab saat aku mendekat, kulihat ia melirik bagian yang menonjol di depan pada celana kolor yang kupakai. Aku memang tidak memakai celana dalam di balik celana kolor dari bahan kaos yang kukenakan. Hingga setelah bediri di hadapannya, sebelum berjongkok memandangi bagian paling merangsang milik ibuku, terlebih dulu kulepaskan celana kolorku.

    Penisku lansung mengacung maksimal setelah terbebas dari celana kolor yang kupakai. Ibu tampak kaget. Mungkin karena ukuran kontolku di luar perkiraannya. Penisku memang lumayan gede. Kekar dan panjang meski tubuhku tidak atletis. Buktinya Bu Niken yang vaginanya sudah nggedebleh dan lubangnya sudah menganga lebar bisa merasakan nikmatnya entotanku. Aku yakin, ibu juga bakal ketagihan kalau sudah merasakan.

    Tetapi mungkin karena masih merasa malu kalau harus mengagumi rudal anak kandungnya, ibu langsung menunduk. Membiarkan aku berjongkok tepat di depan kangkangan kedua pahanya. Sepintas kulihat senyuman ibu. Ah kuyakin itu karena ia suka dengan ukuran kontolku.

    Memek ibu benar-benar tebal dan tembem. Seperti kebanyakan wanita seusianya, bibir luar kemaluannya berkerut-kerut. Coklat kehitaman. Berbeda dengan warna kulit di sekitarnya yang kuning langsat. Tetapi lubangnya tidak semenganga memek Bu Niken. Juga tidak ada jengger ayam yang menggelambir keluar.

    Kerut-kerut pada bibir luar memeknya mungkin hasil kerjaan kontol bapakku yang sering menyetubuhinya semasa hidup. Atau boleh jadi malah akibat sogokan kontol-kontol palsu yang belakangan suka dipakai ibu untuk bermasturbasi. Ingin rasanya segera kutancapkan kontolku ke lubang nikmat yang pernah menjadi pintu keluar diriku semasa dilahirkan. Nafsuku benar-benar memuncak melihat memek ibu dari jarak sangat dekat.

    Tetapi ibu sudah berpesan bahwa aku hanya boleh melihat dan menjilatnya. Tidak boleh memasukkan kontolku ke lubang nikmatnya. Agar tidak ditolak oleh ibu dan diperbolehkan menyetubuhinya, aku harus memakai kiat. Sebab meski kutahu ibu juga sudah bernafsu, bagaimana pun aku adalah anak yang dilahirkannya hingga mungkin masih merasa canggung.

    Ibu mendesah saat tanganku mulai mengusap permukaan memeknya yang membukit. Saat usapanku mulai mulai menyibak bibir kemaluannya, tubuh ibu menggelinjang. Bahkan kulihat ia mulai meremasi sendiri susunya. Tetapi sambil memejamkan mata. Rupanya keenakan, hanya tetap masih merasa malu.

    Untuk melihat bagian dalam memeknya yang berwarna kemerahan, kugunakan kedua tanganku untuk membuka kedua bibir tebal kemaluannya. Saat itulah , di antara celah dalam memeknya di ujung bagian atas kulihat itil ibuku. Daging mungil itu tampak berkilat dan menonjol berwarna pink. Aku jadi tambah bernafsu.

    Kini bukan lagi kedua tanganku yang kupakai mengobok-obok memek ibuku. Tetapi langsung kukecup dan kulumat bibir memeknya dengan mulutku. Diikuti dengan sapuan lidahku, masuk ke bagian dalam liang vaginanya. Tubuh ibu jadi tergetar. Kudengar ia mendesah dan remasan pada payudaranya semakin menjadi.

    Terlebih saat itilnya mulai kujilat dan kucerucupi. Ia tak lagi mampu menahan erangan dan suara desahannya. Pinggulnya mulai sedikit bergoyang mengikuti irama sapuan dan jilatanku di bagian dalam memeknya. "Ooouuuhhhh.... aahh.... sshhh... eehh.... ssshhh... aahhh...shhhh... aaaakkkhhhh," lenguhnya penuh nikmat.

    Menurut Bu Niken selain itil, antara lubang dubur dan lubang memek memek juga bagian yang sangat peka pada wanita. Karena di lubang dubur banyak sekali simpul saraf yang peka bila dirangsang. Maka bila dijilat dari celah memek secara tidak terputus hingga anus, dijamin wanita bakal kelojotan.

    Saat kupraktekkan, ternyata petuah dari guru ngaji ibuku yang belakangan jadi ustazah yang mulai populer itu benar-benar terbukti. Ibuku makin kelojotan dan menjadi tidak canggung untuk mengekspresikan kenikmatan yang didapatkan. "Aahh.. aahhh... aahhhh... ssh... enakhh Ton. Ya.. ya enak banget... ssshhh ....aahhh... sshhhh ....aaahhhh,"

    Aku tahu lidahku telah hampir mencapai lubang duburnya. tetapi aku tak peduli. Terus saja lidahku melata, menyapu sampai ke lubang lain di bawah lubang memeknya itu. Kali ini ibu memekik. Tetapi jelas bukan karena sakit. Pasti ia merasa geli campur nikmat seperti yang dikatakan Bu Niken padaku. Dari lubang memek ibu keluar lendir yang terasa asin di mulutku. Lendir itu meleleh ke bawah melewati duburnya yang tengah kujilat.

    Dari lendir yang telah mulai keluar, aku tahu ibu sudah sangat terangsang. Kalau kuteruskan jilatanku di sekitar lubang anusnya, kuyakin dalam waktu yang tidak terlalu lama ia bakal mendapatkan puncak kenikmatannya. Maka kuputuskan untuk tidak meneruskannya. Kalau ia sampai meraih orgasmenya peluangku untuk bisa ngentot dengannya bisa batal, ujarku membathin.

    Aku bangkit. Di hadapan ibu yang masih duduk mengangkang menyandar di kursi sofa, kubiarkan kontolku tegak mengacung. Tatap mata ibu terlihat mulai terang-terangan terpaku pada batang zakarku yang membonggol besar. Mmberiku isyarat bahwa wanita yang dari rahimnya telah melahirkanku itu sudah tidak dapat lagi mengontrol dirinya akibat terangsang. Namun aku tidak ingin berlaku gegabah.

    Meski aku sudah sangat ingin menancapkan kontolku di lubang memeknya yang sudah menganga sempurna, bisa saja ibu berubah pikiran. Maka yang selanjutnya kulakukan hanyalah membelai teteknya. Meremas dan memilin-milin putingnya dengan jari-jariku serta kujilat dan kuhisap sepenuh nikmat. Ibu melenguh dan mendesah.

    Sambil terus mengulum puting teteknya yang terasa mengeras di mulutku, tanganku membelai dan meremas-remas teteknya yang lain. Lalu menjalar turun mengusap perutnya yang agak membukit dan ke busungan memeknya yang tembem. Kembali ibu menggelinjang dan memekik tertahan ketika ujung jari tengah tanganku kuselipkan ke celah lubang memeknya.

    Ternyata bukan hanya basah tetapi sudah benar-benar banjir. Kalau Bu Niken, pasti sudah merengek-rengek meminta segera kutancapkan kontolku di liang vaginanya. Dan hampir dipastikan, dalam beberapa kali sogokan guru mengaji ibu-ibu di kampungku itu akan mengerang-erang. Lalu kata-kata jorok keluar dari mulutnya sampai ia mendapatkan puncak kenikmatannya.

    Dari ekspresinya, aku yakin ibu juga sudah sangat ingin dientot. Matanya terlihat sayu saat jari-jari tanganku terus mengobok-obok lubang nikmatnya. Hanya tidak mungkin untuk memulai meminta karena telah mengultimatuku untuk tidak sampai melakukan persetubuhan. Makanya saat ia mulai meraih batang kontolku dan menggenggamnya, rasanya tinggal selangkah lagi untuk dapat merasakan nikmatnya memek ibuku.

    "Aaaakkhhhh.... sshhhh.... enak banget Bu. Iya terus .. aahhh... aahhh... ssshhhh... aaaaahhh," ujarku sambil mendekatkan wajahku di telinganya,"

    Bahkan dengan nekad kujilati telinga ibu sampai ke lubangnya dengan menjulur-julurkan lidahku. Pengalaman ini juga kuperoleh dari Bu Niken. Menurutnya, wanita sangat suka dijilati di semua bagian tubuhnya karena memberi kenikmatan dan sensasi luar biasa.

    Hasilnya jauh di luar perkiraanku. Ibuku tak sekedar menyukai. Tetapi ia membalasanya mencium dan mengulum bibirku dengan ganasnya. Ia memeluk erat sambil terus memagut dan membiarkan kontolku menempel di memeknya. Tidak sampai masuk memang karena ujung penisku tertahan di bibir luar kemaluannya. Namun tanpa diminta, ibu akhirnya kembali meraih batang kontolku dan mengarahkan ujungnya ke lubang memeknya.

    "Sssshhhh... aaahhhh ibu nggak tahan Ton. Entot dan puaskan ibu," ajaknya.

    Akhirnya, sleeseepp .. bleeessss! Sekali tekan amblas batang penisku di kehangatan lubang kemaluan ibuku. Lubang memek ibu sudah longgar, basah di bagian dalam. Aku agak kecewa karena kenikmatan yang bakal kudapatkan pasti kurang maksimal.

    Benar saja karena kelewat longgar dan banyaknya cairan di liang sanggamanya, saat batang kontolku mulai mengocok keluar masuk mengeluarkan bunyi yang aneh. Ceplook... plop.. ploop... ploop.. ploop. Tetapi ternyata aku salah menduga. Beberapa saat setelah sogokan kontolku makin kupercepat dan ibu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, dinding bagian dalam memeknya seperti berkedut. Otot-ototnya seperti bergerak menjepit dan kian mencengkeram.

    Aku jadi makin bernafsu. Sambil terus menyogoki memeknya, mulut ibu kulumat dengan rakus. Sesekali lidahnya kuhisap-hisap penuh nikmat. Reaksi ibuku tak kalah seru. Pantatnya mulai bergoyang. Memutar dan meliuk-liuk. Lidahnya menjulur masuk ke mulutku dan beradu dengan lidahku. Sepertinya ia sudah tidak peduli lagi bahwa yang tengah menyetubuhinya adalah anak kandungnya.

    Seiring dengan goyangan pantat besar ibu yang semakin hot, ada sesuatu yang kurasakan di bagian dalam memek ibu. Seperti berkerut, memek yang sebelumnya terasa nggedebleh dan longgar tiba-tiba menyempit. Dinding-dinding vagina ibu seperti seperti hidup. Batang kontolku seakan diurut dan diperahnya. Benar-benar nikmat tiada tara.

    "Aaauuwwhhh... aaooohhh me... memek ibu kok jadi peret? Ahh.. sshh.... aahhhh enak banget bu.. aahh ... aakkkhhhhh,"
   
    "Ohhhh...iya Ton...kontolmu juga enak Ton...oh ...tekan semua kontolmu Ton ahhh..Ton..terus Ton..oh..memekku makin gatel..."
    "Ohhh..ohhh..iya buu...oh bu...kontolku keenakan bu...oh..."
    "Oh Ton...aaahhh...memek ibu juga keenakan...oh...tekan sampai dalam nak Ton...tekan biar sampai ke rahim ibuu Ton...oh...Tonn..entoti ibu,..."
    "Oh bu enakknya ngentotin memekkmu...oh bu...iya bu kudalemin lagi bu...oh..."
    "Oh iya Ton..oh dalemin sampai mentok...oh dalemin sampai rahim ibu..."
    "Oh bu...kenapa harus sampai ke rahim bu...
    "Oh...biar naanti pejuhmu masuk rahim ibu...ahhh...dalemin lagi nak...
    "Oh bu...oh bu...jadi ibu pengen kuhamili bu....oh buuu...??
    "iya..oh iya...entoti ibu sampai hamil...oh..hamilin ibu...entotin aja sampai hamilll..."
    "Oh bu..iya bu...akan kuhamili kau bu..oh...kubuntingi kau bu...oh pejuhku lagi banyak bu...ibu akan hamilll...mau iya bu.."
    "Ohhh..ohhh...kelauarin semua manimu dalam memek ibu...keluarin sebanyak-banyaknya dalam rahim ibu nak...biar ibu hamil...oh buntingi ibu..ibu pengen dibuntingi nak...ohhh.."
   

    Gairahku kian memuncak dan tak terbendung. Ada yang terasa sangat mendesak untuk ditumpahkan di antara kenikmatan yang semakin melambung. Dan rupanya, empotan memek ibu yang semakin menggila seiring dengan goyangan dan putaran pantatnya juga bagian dari tahapan menuju kilmaks. Sebab sesaat setelah itu ibu merubah posisi kedua kakinya yang sebelumnya mengangkang lebar. Dengan masih memutar pinggul dan pantatnya, kurasakan kedua kaki ibu membelit menyilang di pinggangku. Kontolku jadi melesak masuk lebih dalam di lubang memek ibu karena ditekan sebegitu rupa. Dengus nafasnya tampak semakin memburu.

    Puncaknya ibu memeluk erat tubuhku sambil mengangkat tinggi-tinggi bagian bawah tubuhnya. Jepitan dan empotan memeknya juga semakin menggila. Berbarengan dengan erangan nikmat ibu, aku tak mampu lagi menahan jebolnya lahar panas yang menyembur dari ujung penisku. "Oohh... aaoookhhh ibu dapat Ton... aahhh.... akkkhhhh... ssshhhhh ..... akkkkhhhhhh,"

    "Sa... ssa.. saya juga bu... aakkkhhh..... aakkkhhhhh...aku keluarin semua bu..,"
    "iya...nak ahh..kelarin dalam rahimku....oh hamilin ibu...oh bikin ibu bnting nak..."

    Cukup banyak air maniku memancar di rahim ibu. Karena ibu seperti kehabisan nafas saat tubuhku ambruk menindih tubuhnya, aku langsung menggelosoh turun dari sofa dan terbaring di karpet.

6 komentar: